Selasa, 07 September 2010

RIWAYAT HIDUP I KETUT BAGIASA MASA KANAK-KANAK, REMAJA, DEWASA SAMPAI BERUMAH TANGGA (Ditulis:tanggal 30 Desember 2009.)SEBAGAI PERENUNGAN HARI ULANG TAHUN MASA KECIL/KANAK-KANAK Nama saya IKetut Bagiasa,laki-laki,anak ke delapan(8) dari sembilan (9)bersaudara hasil dari buah pernikahan I Wayan Gandra dengan Ni Ketut Dapet(almarhum). Ibu meninggal tahun 1973 saat saya berumur 12 tahun,kelas empat SD.Dan bape meninggal tahun 2006,disaat kami hidup diperantauan Lampung Sumatera.Kakak tertua Ni Wayan Wisel meninggal sekitar tahun 2004,kami sempat pulang ke Bali memberi penghormatan terakhir.Kakak saya kedua IMade Dosther,kakak ketiga INyoman Sorden (almarhum),kakak ke empat Iketut Parsa (almarhum),kakak kelima Ni Ketut Sueling ,kakak ke enam IKetut Dania,kakak ke tujuh Ni Ketut Suadri (almarhum), kemudian saya yang ke delapan,dan adik ke sembilan IKetut Murdika.Saya lahir pada hari Sabtu umanis,tanggal 30 Desember tahun 1961,di dusun Pangkung Lubang,Desa Pergung,Kecamatan Mendoyo,Kabupaten Jembrana ,Propinsi Bali. Masa kecil saya hidup dengan sangat bersahaja,seperti kebanyakan kerabat lainnya di sebuah dusun bernama Pangkung Lubang.Rumah kami sederhana terbuat dari atap alang-alang,rangka kayu ,dinding bambu anyam,lantai tanah liat.Tidak ada kamar semua menjadi satu ruangan besar los-tanpa sekat.Situasi pekarangan seperti kebanyakan rumah di Bali terdiri dari Rumah Utama sebelah utara.Pawon/dapur sebelah selatan,sanggah Parahyangan di Utara timur laut,Lumbung padi samping agak ke selatan,dan terakhir mesti ada Kandang babi di ujung teben/paling barat. Umur 5-6 tahun saya mempunyai tanggung jawab memelihara sapi satu pasang,dan babi tiga ekor.Pekerjaan rutin saya adalah pagi sekali bangun tidur, mengecek sapi di tegalan yang dilepas bebas/liar,agak siang mencari makanan babi,berupa gedebong pisang,pohon batang talas,dedak padi, dan membuatnya dengan mencampur lalu dimasak pakai kayu bakar.Sisa-sisa nasi dan bekas makanan lainnya bisa dicampurkan,sesudah itu memberikan pakan babi siang sekitar jam 10.00 wib. Siang jam 13.00 wib saya harus pergi mencari bahan pakan sapi berupa rerumputan.Saya berkelompok dengan teman sejawat mencari rumput sampai jauh ke tempat ladang tatangga,bahkan sampai kehutan terdekat.Saya senang dan sangat menikmati masa ini karena dilalui begitu saja dengan suka / cita.Teman saya bernama,Kadek Suela,Wayan Suenda,IKetut Suila,Inyoman Suerta,Kadek Atok,dan yang lain.Begitulah saya melaluinya dengan senang hati. Kegiatan lain adalah bermain,sepak bola,belekuncang,tukup-tukupan,main dadong/karet gelang juga main gendong.Bola sepak terbuat dari kelaras kering daun pisang lalu dianyam,kadang juga dari jeruk bali yang dibakar layu saja. Kami bersama sahabat juga mempunyai kesenangan memancing ikan/udang di sungai.Setiap hari minggu memancing,menjaring,pasang bubu,meracun ikan dengan tuba/ngenyat dan lainnya.Sekali waktu pernah juga mondokin duren orang di sebelah timur desa tempatnya Pan Suenda,terkadang juga pergi ke Pangkung Apit ke tempat Kiyang Westa/Mbok Wersi kalau lagi musim buah duren.Kami bersuka ria dating dan minta hasil jatuhan. Ibu juga mempunyai usaha barter, tukar beras dengan kopi,pada musimnya kami dengan mbok Wisel mengambilnya langsung kopi tua yang sudah dipetik, dikumpulkan dan dijemur lalu simpan,dan pada saatnya digerus dan dijual.Banyak sekali permintaan beras sampai-sampai kita kewalahan melayaninya. Begitulah usaha kita berjalan lancar cukup lama,dan sampai akhirnya tahun 1973 ibu meninggal dunia. Hiburan malam di sebuah dusun hanyalah kumpul-kumpul tetangga,membakar kayu,di kegelapan malam.Sesekali tempo kami menonton hiburan berupa jogged bumbung,derama gong,angklung. Jaraknya menontonpun tidak tanggung-tanggung sampai belasan kilometer.Salah satu saudara beli Made Mester juga sering mengajak menonton pertunjukan kesenian barong.Kebetulan sekhe barongnya/pregine disukai oleh dia,dan Sampai saat sekarang menjadi isterinya. MASA SEKOLAH DASAR Umur 7-13 tahun,saya melewati masa sekolah dasar.Saya bersekolah SD dan langsung masuk kelas satu Sekolah Dasar tahun 1969 di SD Petapan.Namun walau begitu kegiatan rutin saya tidak berubah,kwajiban beternak tetap berjalan.Disela kesibukan ternak tersebut,saya masih harus membantu Ibu yang sakit-sakitan untuk membantu memasak di dapur.Pagi sekali bangun tidur saya harus mencari air minum yang jaraknya cukup jauh,ke tempat sumber air/bulakan arah timur ke tempat ladang orang lain,disana ada sumber air telebusan yg tak pernah kering.Saya memanggul dua ember karet besar,sekaligus mandi pagi sekitar jam 05.30 wib.Setelah itu sampai di rumah saya harus menyapu halaman,membuatkan bape kopi,ambil beras mencucinya,dan memasak.Sekalian juga membuat makanan babi ,menggunakan kayu bakar atau batok kelapa dan kayu bakar.Menjelang agak siang saya harus berkemas berangkat sekolah,acapkali terlambat masuk karena kesibukan sebelumnya.Jam sekolah dari jam 07.00 – 12.00 wib.Sekali waktu sambil bersekolah saya juga berjualan membawa dagangan ,kakak perempuan saya alm.Ni Wayan Wisel yang membuatkan dagangan berupa makanan lontong sayur kecambah dele,kadang jualan mangga matang jika ada musimnya.Kadang juga dimana setiap ada kesibukan kerja bhakti banjar saya berjualan buah-buahan jika musimnya seperti kepundung,mangga,rambutan dll.Kegiatan lain,mencari kayu bakar untuk memasak dan selebihnya dijual kepasar Tegalcangkring bersama kakak almarhum.Saya juga menjual singkong hasil panen tanaman bapak bersama kami yang ditanam sebelumnya.Dagangan yang lain diantaranya pisang matang,juga daunnya,hampir setiap minggu sekali kami berjualan ke pasar sekalian belanja kebutuhan dapur. Pada Masa ini saya sudah merasakan pernah mengalami cinta monyet,seneng melihat temen wanita yang cantik,ada rasa tertarik tetapi masih malu.Kalau ada kesempatan saya selalu mencari curi pandang dan berusaha deket,tetapi cuman seneng rasanya dapet deketan . Ada dua perempuan yang saya taksir diam-diam wktu itu ,Luh Sudiarni namanya,dan ayu putu Sutini.Entah mereka tahu atu tidak saya gak peduli yang ada hanya rasa seneng,semangat kalu udah deketan. Kami ada kelompok kesenian Janger dibimbing Bapak Aji Komang Janten,sering sekali kita latihan bersama pada malam harinya selagi tidak ada kegiatan pekerjaan rumah. Begitulah masa kecil kami lalui,hingga akhirnya saya harus ke desa Pohsanten kerumah tua bapak/ibu karena saya melanjutkan sekolah SMP. MASA SMP Umur14 -17 tahun saya melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama,SMP Negeri di Penyaringan.Dusun Pangkung Lubang saya tinggalkan begitu juga teman-teman sejawat untuk melanjutkan sekolah.Di tempat baru desa Pohsanten saya berkegiatan hanya sekolah saja tidak lagi beternak apapun, kecuali pergi ke ladang banjar kebebeng ,menanam pisang memetik kelapa dan pertanian lainnya.Pagi sekali saya harus sudah bangun ,mandi mempersiapkan diri berangkat sekolah dengan bersepeda ke desa Penyaringan. Jaraknya cukup jauh kurang lebih delapan km.Waktu yang kami tempuh untuk sampai di SMP sekitar setengah jam.Kami harus berangkat pagi jam 06.30 wib dan pulang kembali jam 13.00 wib siang.Dua tahun berjalan saya lalui dengan suka dan duka ngelaju dari rumah Pohsanten dan satu tahunnya saya mondok di dekat sekolahan karena kecapaian apalagi menjelang ujian kelas tiga.Uang sekolah saya usaha mencari sendiri,karena mau minta kepada siapa,Ibu sudah tiada,bape gak pegang uang,paling hanya kakak Wayan Wisel yang urusin kami.Kalau waktunya bayar sekolah tiba saya ke dusun Pangkung Lubang memetik kelapa sendiri,dijual seperlunya lalu saya bayarkan sekolah sekaligus bekal.Untuk hemat hidup saya membawa beras,bahan lauk-pauk dan memasak sendiri.Kami ber empat menempati rumah besar di desa Penyaringan kepunyaan Guru Gde,dan gratis saja tidak membayar.Ditempat pemondokan kami konsentrsi penuh untuk belajar persiapan ujian akhir SMP.Bersama teman Nyoman Wimaya Adi,Kadek Mahardika,Ngurah Mertadhana,dan Ekapertama,kami satu grup kelompok belajar.Alhasil sukses kita lulus bahkan saya mendapat juara kelas. Sempat juga menjalin cinta entah masih cinta monyet atau sungguhan saya gak tahu dengan sesama teman sekelas.Kami kalau nonton barengan,rame-rame,saling anter dan traktir-traktiran makan.Bawaannya senang aja,semangat kalau sudah ketemu dan ngobrol bareng.Begitulah belajar sambil berteman dengan perempuan sekelas. Demikianlah waktu kami lalui dengan senang hati sehingga lulus sekolah pada tahun 1978,dan melanjutkannya ke jenjang sekolah lanjutan atas,SMA di Jogja. MASA SMA Umur 18-21 tahun,kami melanjutkan sekolah ke Jogja setelah lulus SMP tahun 1977.Atas restu bape dan keluarga semua saya berangkat ke Jogja karena kakak saya I Ketut Dania sudah terlebih dahulu kuliah disana.Saya berangkat sendiri tidak ada yang mengantarkannya,dengan tekad mencari masa depan yang lebih baik ,saya berani dan janjinya akan dijemput kakak.Benar saja waktu itu saya berangkat dengan bus GITABALI berangkat pagi dan tiba di Jogja pagi besoknya.Pertama menginjak kota Jogja,saya tidak mengenal siapa-siapa,dengan sabar saya menunggu jemputan kakak.Agak siang dijemputnya dan senang rasanya bisa sampai dengan selamat. Seharian saya beristirahat ditempat kost/pondokan kakak di Iromejan.Setelah seminggu disana saya mulai mencari /mendaftar ke sekolah sekolah.Saya pilih SMA Negeri dulu,mendaftar di SMA Negeri I,SMA Negeri III,dan sebagi cadangan saya mendaftar di SMA Swasta,SMA BOPKRI I,SMA Institut Indonesia.Semua saya ikuti test-nya.Gagal….dan gagal di SMA Negeri.Satu satunya harapan adalah swasta di SMA Institut Indonesia.Benar saja saya hanya diterima disitu,jadilah saya masuk kesitu sampai lulus tahun 1981.Sekedar untuk mengenang masa itu bahwa kelemahan saya adalah pelajaran test matematika,karena SMP saya tidak mengenal matematika tetapi ilmu aljabar namanya,yang berbeda kurikulumnya.Masih untung tertampung walaupun hanya di SMA Swasta.Tekad saya sudah bulat harus bisa dan berhasil. Dengan berbekal tekad tersebut saya lalui masa sulit, keuangan pas-pasan.Kiriman wesel kami berdua waktu itu cuman lima puluh ribu rupiah,diluar uang SPP.Makan harus kami atur,tidak boleh mewah berlebih, menu tahu,tempe pasti, itupun ngutang dulu/mencatat bayarnya akhir bulan kalau wesel datang .Suka dan duka kami lalui bersama kakak IKetut Dania.Diam-diam saya mencari uang tambahan dengan memberikan les privat kepada anak SMP pelajaran Fisika,lumayan dapat uang dua puluh lima ribuan.Kakak juga suka menjual gambar bangunan,dan lainnya.Masa SMA saya bersahabat dengan teman dari Metro namanya Eko Purwanto.Kami akrab saling bantu uang dan pelajaran. Tahun 1979,saya pernah bertamu ke Metro,Lampung Tengah bersama Mas Eko Purwanto.Saya diajaknya dan dikenalkan orang tua disana,cukup lama kurang lebih satu bulan kebetulan liburan semester.Saya berkeliling ke tempat saudara-saudara dia di Lampung.Masa yang indah dan enak sekali untuk dikenang,sampai – sampai saya dianggap anak oleh bapak namanya Pak Suryadi dan Ibu Turiyah.Bapak pekerja keras,bisnisnya banyak,dari pertanian sampai jual beli sapi.Setelah itu kami kembali ke Jogja karena waktu libur habis. Setahun di Iromejan kami pindah rumah ke Samirono,dekat kampus IKIP/UGM. Kegiatan lain kami selama di Jogja adalah ikut kerama banjar/ pure,di Pura Banguntapan.Kerja bhakti,persembahyangan dan sosial lainnya.Selain itu ada juga pure di daerah Bantul,Maguwoharjo Sleman.Singkatnya kegiatan keumatan berjalan baik.Selama SMA saya pernah menjadi Ketua OSIS,mewakili sekolah untuk kegiatan seminar lingkungan dan Pekan Olah Raga sekolah. Kelas tiga saya mengenal pacaran setelah tidak cinta-cintaan selama dua tahun setelah SMP.Pacaran karena terlalu sering ketemu, belajar bersama berkelompok ,namanya Titik Pujiastuti rumahnya di dekat kosan Pengok PJKA.Sekolah selalu bareng ,saya menghampirinya terus jalan kaki,sekali tempo bersepeda . Semua yang saya lalui begitu saja entah mengapa tidak ada seriusnya.Malah yang abadi adalah pertemanan dengan orang dari Jakarta namanya Dety Mayayanthi. Dia teman kelas lain tetapi orang dianya sangat supel mudah bergaul,saya lama sekali berteman bahkan berpisah sampai saat lulus SMA,masih juga kontak. Setelah itu tahun 1981 kami lulus dan melanjutkannya ke jenjang strata satu.Kami mendaftar ke Sipenmaru 1981 dengan pilihan Kedokteran UGM,Kedokteran Udayana.Itu sesuai cita-cita saya,tetapi gagal dan gagal.Akhirnya masuk ke Program diploma tiga Fakultas Teknik UGM. MASA PERKULIAHAN Umur 21 – 25 tahun saya kuliah di Fakultas Non-Gelar Teknologi UGM, jurusan Teknik Elektro. Sementara itu kami pindah rumah pondokan ke Pengok, Kompleks PJKA.Adik saya IKetut Murdika menyusul ke Jogja dan sekolah di SMA yang sama tempat saya dulu .Kakak IKetut Dania juga menjelang kelulusannya harus jeda, bekerja membiayai kami adik-adiknya.Kakak bekerja di Semarang,Kendal,membangun Gudang-gudang KUD di PT.Atalanta.Cukup lumayan bahkan sangat membantu di saat keuangan dari Bali susah.Kakak memberi kami kehidupan layak bahkan diberi sepeda motor inventaris kantor untuk kuliah.Lalu menyusul dibeliknan Yamaha Trail Enduro,dan Yamaha Bebek CDI,tahun 1982,pada saat yang sama juga kakak mampu membeli rumah kecil di Sambilegi,Maguwoharjo dan masih ada sampai sekarang. Setelah empat tahun saya kuliah akhirnya lulus juga,tahun 1985.Tugas akhir yang saya ambil adalah Praktek Kerja Nyata di PT.PUSRI Palembang tahun 1984,dengan judul tugas”KELISTRIKAN DI UNIT IV PUPUK PUSRI”.Selama tiga bulan saya mengambil data di PUSRI Palembang ,mondok di mess Pusri,kebetulan juga bersama teman yang bapaknya bekerja di perusahaan tersebut. Banyak juga pengalaman saya selama disana,saya ikut kegiatan kerja bhakti di pure daerah Sekayu. Ketemu teman dari Bali,namanya mbok Putu Kenak,yang suaminya kerja di sana.Makanannya khas seperti Pempek,Model,kuah-kuahan cuka semua,sambalnya sambal buah,durian,mangga tetapi ya harus menyesuaikan, mau tak mau saya gak ada pilihan. Akhirnya selesai tugas tersebut saya maju untuk pendadaran ujian akhir,dan lulus.Saya mencoba melamar pekerjaan kesana kemari.Saya datangi semua perusahaan BUMN,swasta,bahkan mencoba melamar jadi guru SMA.Saya sempat test di PT.MIROTA Jogja,tetapi hanya dijanjikan saja diterima ,lama tidak terealisasi.Lalu saya datangi PLTA Mrica di Banjarnegara,ikut melamar di PLTA site,tetapi lagi lagi sulit,di test tetapi tidak jelas. Akhirnya salah satu lamaran saya mendapat panggilan untuk test di FREEPORT Irian Jaya.Saya ikuti test di Jakarta,tetapi lagi-lagi ditolak katanya salah, salah posisi,yang dibutuhkan S1 namun karena sepintas mengelirukan IJAZAHnya mirip S1 sehingga tidak memenuhi kwalifikasi.Saya ditolak.Sedih,pedih , sakit, hati saya meradang meratapi nasib ,sebegitu susahnya mencari pekerjaan. Saya menetap di Jakarta numpang tinggal di rumah sahabat kakak saya namanya IKetut Sudana Rimawan.Beliau bekerja di perusahaan asing ATLAS COPCO.Saya tinggal disana kurang lebih tiga bulan mencari pekerjaan.Suka dan duka,uang habis pekerjaan gak dapat,sebulan sempat bekerja harian menjadi operator kompressor di bangunan rangka baja di Ancol.Dibayar dua ratus ribu. Setelah sekian lama belum juga ada kepastian, saya memutuskan untuk kuliah lagi ke jenjang strata satu S1.Atas perkenan dan ijin kakak IMade Dosther saya berangkat aja ke Malang Jawa Timur.Kampus ITN Malang pilihan saya,maka saya melanjutkan study di Institut Teknologi Nasional pada tahun 1986.Diterima dengan membayar satu juta rupiah, uang pembangunan dan uang kuliah dua ratus empat puluh ribu per semester.Masa study saya tempuh dengan lancar karena semangat ingin cepat selesai,mengingat sedemikian liku yang rumit harus saya ikuti.Uang bulanan saya waktu itu sebanyak seratus lima puluh ribu tiap bulannya.Saya mondok di Sumbersari,membayar rumah setahun seratus ribu rupiah tahun pertama,dan seratus lima puluh tahun berikutnya sampai lulus. Tahun 1988 awal, saya sudah menyelesaikan teori kuliah,tinggal melanjutkan Tugas Akhir.Saya mengambil Praktek Kerja Nyata,sekaligus Tugas Akhir di PT.Industri Sandang II.Patal,Lawang Malang.Selama tiga bulan kami mengambil data untuk Skripsi dan akhirnya selesai juga pertengahan tahun 1988,dengan judul Tugas”STUDY ILUMINASI PADA PABRIK INDUSTRI SANDANG DI PT.INDUSTRI SANDANG II UNIT PATAL LAWANG”.Ujian pendadaran skripsi pada bulan Juni 1988,dan lulus. Kebetulan juga sepupu saya Ni Wayan Riasih kuliah di Malang lebih dulu setahun.Kami saling bantu,saling tukar,saling bagi, pendeknya satu urusan satu tujuan.Mulailah saya mengenal lebih dekat,walau kami sepupuan sebelumnya tidak seberapa dekat . Akhirnya waktu yang mendekatkan kami,kami saling menyayang,saling membutuhkan dan memutuskan untuk bersatu berumah tangga.Setelah lulus tahun 1988,saya memutuskan untuk menikahi saudara sepupu Ni Wayan Riasih.Lulus tahun 1988,kami langsung diterima menjadi Dosen /pengajar di Institut Sains & Teknologi “Akprind”Jogja. MASA TUA Umur 27 tahun dan seterusnya,saya menjalani masa tua, tanggung jawab berkeluarga.Bulan Agustus 1988,saya mulai mengajar di Jogja,seiring itu juga kami menikah pada September 1988. Pernikahan berlangsung di Bali, teman kuliah ada juga yang dating rombongan dengan mobil ,pak Chandra,Mas Arief,Mas Totok,Ketut Indrata,mbak Eni,Mbak Yuli,anaknya Bu kost di Malang.Mereka rombongan dengan mobil datang ke Bali,kami berterima kasih sekali telah mendapatkan kunjungan khusus.Upacara pernikahan sederhana saja,tanpa undangan resmi semua keluarga besar hadir,teman sejawat dulu,dan berjalan sukses.Tidak ada bulan madu,kami menikmatinya apa adanya,cuman seminggu lamanya di rumah kami harus boyongan ke Jogja. Rumah yag dulu dibeli kakak IKetut Dania kami tempati selama di Jogja.Lumayan untuk tempat tinggal waktu itu,Berangkat kerja kami dapat fasilitas antar jemput oleh Akprind,kami juga tinggal bersama adik-adik yang masih kuliah,diantaranya IKetut Murdika,INyoman Suniada.Isteri saya mengandung anak saya pertama,sehingga hanya enam bulan bersatu kumpul di jogja selanjutnya tinggal di Bali persiapan melahirkan. Sementara itu isteri saya masih berstatus kuliah di ITN Malang,terpaksanya ambil jeda dulu.Anak kami lahir pada bulan Maret 1989.diberi nama I Wayan Wiprayoga Wisesa.Lahir di desa Yehembang,Kecamatan Mendoyo.Kabupaten Jembrana.Saya gembira sekali ,waku itu saya sedang mengajar/mengawasi ujian tiba-tiba ada kabar anak telah lahir,langsung malam harinya saya berangkat pulang Bali dengan Bus Malan Bali Indah. Sehat anakku,lucu,ganteng kaya bapaknya.Selama persalinan lancar-lancar saja,lahir di Bidan ditungguin Mbok Sueling dan Bape (almarhum).Waktu terus berlalu saya mondar-mandir pulang Bali-Jogja.Upacara otonan anak di Bali, selanjutnya isteri boyongan sama anak ke Malang meneruskan kuliah ibunya.Tahun 1991 saya mengundurkan diri dari staff pengajar di IST”Akprind “ Jogja dan bekerja di PT Dipsena Citra Darmaja Lampung.Isteri baru lulus tahun 1992,setelah anak umur 3 tahun dan saya telah bekerja di Lampung . Kami bersuka cita, th-1992 bape saya ajak ke Malang mengikuti acara Wisuda isteri,datang juga adik IKetut Murdika.Setahun kemudian anak dan isteri saya boyong ke Lampung menetap bersama di lokasi PT.Dipasena Citra Darmaja. Kurang lebih empat tahun kami berkumpul di lokasi ,dan isteri melahirkan anak kedua Ni Made Shanti pada tanggal 01 januari tahun 1995.Pindahan dari Infra blok IV,pindah ke Perumahan Tata Kota selama dua tahun,tahun 1997 kami boyongan lagi menempati rumah di Bataranila,Bandarlampung. Masa kerja dari tahun 1991,saya lalui dari Kepala Seksi Budget,Kepala Divisi Elektrik Infra,sampai Manager Perencanaan & QC Listrik.Pergantian kepemilikan terjadi silih berganti ,sedemikian dari awalnya Gadjah Tunggal Grup,RCA Grup,terakhir CPP Grup. Pada tahun 1996 saya membeli rumah tinggal di Bandarlampung ,kompleks Perumahan Dosen Unila.Setelah selesai proyek Dipasena tahun 1996,saya pindah lokasi kerja ke daerah Palembang,OKI ,sementara itu tahun 1997 sampai sekarang kami menetap di Bataranila sebagai tempat tinggal di rantauan. Selama masa itu ,sesuai perjalanan waktu terlahir lagi anak ketiga kami Ni Nyoman Ratih,pada tanggal 13 Juni 2006.Upacara otonan berlangsung di Lampung,kakak Made Dosther dan Isterinya Ni Ketut Suladri datang ke Lampung pada bulan Februari 2007 . Lengkaplah sudah kebahagiaan kami,pada usia tua masih dikaruniai seorang anak puteri ,mudah-mudahan kami dapat membesarkan anak dengan semestinya sampai dewasa dan mandiri. SISI LAIN Tanpa kami sadari waktu berjalan terus,seiring bertambahnya usia.Anak kami pertama IWayan Wiprayoga sudah dan sedang kuliah di Universitas Indonesia,adiknya masih SMP yang sebentar lagi SMA,dan si kecil masuk TK. Kami bersyukur semua anak-anak pada berhasil,penurut dan bisa menyenangkan orang tua. Mengenang masa itu cukup menyenangkan,gaji pertama mengajar di IST”Akprind”saya belikan Televisi 14”,Saya harus membuka rekening BCA tahun 1988 untuk menampung gaji,bisa menghidupi keluarga dan adik-adik untuk sementara masa itu.Setiap pagi ke pasar Sambilegi pake motor HONDA-GL.,dan hiburannya maen gaple sama isteri sepulang kerja,sementara anak yoga belajar berangkang,jalan dan bermain.Senang rasanya,indah sekali dan membahagiakan sekali. Sekedar Mengenang masa awal waktu baru lahirnya anak kami di Bali, kami belum paham bagaimana mengurus anak.Yoga menangis terus-menerus , susu ASI belum keluar,ee..anak kehausan dikasih the manis sama saya dan ..nangis terus,waduh bingung, tetapi akhirnya teratasi juga ASI ibunya keluar, baru kami merasa plong senang rasanya setelah anak terdiam,rupanya dia kehausan..Di Jogja,anak Yoga sekali waktu sakit panas,kami panik,kemudian panggil teman yang perawat Wayan Sudarta, namun tidak bisa mendiamkan sakitnya akhirnya harus ke Dokter spesialis anak,kami harus bawa pagi-pagi sekali mendatangi dokter praktek di Kota Baru . Saat itu oleh dokter diberi obat,sembuh. Tiga tahun lamanya kami mengajar di IST-Akprind,akhirnya harus pindah ke posisi pekerjaan baru di PT.Dipasena Citra Darmaja,Lampung.Secara penghasilah cukup menjanjikan makanya kami berangkat bersama teman lama Pak Budiharto.Selama satu tahun kami pulang pergi Lampung – Bali.Setiap dua bulan kami ambil cutis lama 10 hari,begitulah seterusnya sampai mendapatkan mess-keluarga.Keluarga kami boyong saja pada tahun 1992 ke lokasi pekerjaan,Rawajitu Lampung. Gaji selama lima tahun di Lampung,kami bisa membeli mobil Panther,pada tahun 1996.Mobil tersebut kami usahakan bisa mendapatkan uang setoran..akhirnya lunas tahun 1999,hasil penjualan dibelikan sawah di Bali. Sebelumnya sudah membeli setengah hektar milik saudara IWayan Adiana.Digabung menjadi satu hektar bergandengan tempat.Sawah itu diurus kakak IMade Dosther,dengan pertimbangkan agar kakak punya tambahan pekerjaan.Maksud hati, saya menyenangkan kakak yang sekian lama membantu mengurus kami sampai sukses. Seiring berjalannya waktu jua, kami mencoba usaha join membuat kandang ayam berkapasitas 4000 ekor,pada tahun 2007 lumayan hasilnya,rata-rata untungnya perbulan sekitar 1 sd 2 juta. Kami mempunyai satu buah kandang yang dikelola system inti/plasma oleh Pak Ikamsidi.Hasilnya dibagi sesuai dengan SHU. Waktu demi waktu terus berlanjut,kami mencoba memberdayakan uang yang ada,pada tahun 2003,saya membeli lahan seluas 1,25 hektar di Margodadi untuk dijual kavlingan,sukses juga.Sebelumnya tahun 1993 saya juga ada membeli 600 meter persegi di Metro ,masih ada sampai sekarang,tahun 2004 saya membeli sawah di Margodadi seluas 3500 meter persegi,tahun 2007 membeli tanah seluas 300 meter persegi di Baypass Raya Bandarlampung.Kemudian berlanjut di tahun 2008/2009 saya membeli beberapa bidang lahan calon sawit di Setyatama H1-Gedung Aji, Tulangbawang,sebanyak 8 kavling @ 0,75 hektaran.Terakhir th 2009,saya membeli kavlingan sawit yang sudah hasil di Baturaja sebanyak 2 hektar.Total yang kami miliki 10 hektar.Tak lain dan tak bukan semua itu demi masa depan kami dan anak-anak. SEKIAN. Aruna Wijaya Sakti,(30 Desember

Rabu, 04 Agustus 2010

Om Swastyastu mudah-mudahan bermanfaat TUNTUNAN PRAKTIS PIṬṚA YAJÑA * (SHRI DANU DHARMA PATAPAN) I WAYAN SUDARMA** MAPENDEM 1. NYIRAMANG LAYON/MEMANDIKAN JENAZAH Perlengkapannya: Pepaga (tandu) Ulap-ulap yaitu: secarik kain putih yang dibentangkan di atas tempat memandikan di natar pekarangan. Air penyiraman (air tawar, air kumkuman). Alat-alat pengringkesan (panglelet), jika mungkin dapat diusahakan : kramas, kakrik, pablonyoh putih kuning, bunga gadung, daun tunjung, kapas, daun intaran, bunga menur, waja, daun terong, pecahan cermin, bunga-bungaan, bebek(oreh/anget-anget), ampok-ampok, kwangen, angkeb rai, tempatkan pada satu tempat. (catatan: alat-alat ini bisa kita ganti dengan peralatan mandi modern) Selain yang tersebut di atas, yang perlu ada ialah : Tirtha dari Kahyangan tiga (jika kahyangan yang dimaksud sudah berdiri). Tirtha dari kahyangan sesuhunan yang bersangkutan. Tirtha pabersihan, Tirtha penglukatan. Catatan: Jika semua kahyangan tersebut di atas belum ada dirikanlah Sanggah Pengayengan yang bersifat sementara, dan dari sanalah ngayeng Hyang sesuhunan-sesuhunan. Yang patut melaksanakan ini ialah : Pedanda (jika ada) Pemangku Pura Dalem/Prajapati (jika ada) Panglisir-Panglisir di tempat itu (yang umurnya paling tua di antara keluarga itu). Penjelasan : Jika ada pedanda, tirtha-tirtha, baik pangentas, pengelukatan, pabersihan, penembak dan lain-lain, langsung beliau yang membuat dengan Pujanya yang berlaku untuk itu. Jika yang ada hanya Pemangku Dalem dan yang sederajat dengan itu, maka semua tirtha-tirtha yang dipergunakan, harus melalui Ngelumbung, yakni dengan memohon melalui pengastawa (sesontengan/seha) kepada Hyang Widhi/Bhatara baik secara ngayeng, (pelinggih sementara) maupun menghadapi pelinggih yang sudah ditetapkan. Jika yang ada hanya pengelingsir/yang sederajat dengan itu, maka Tirtha-tirtha dilakukan dengan ngelumbung. Pelaksanaan Memandikan Mayat : Menurunkan mayat dari balai-balai : terlebih dahulu mayat diturunkan dari balai-balai, lalu diusung ke natar, dimana telah dipasang pepaga. Setelah mayat dibuka rurubnya (dalam keadaan telanjang) pertama kali disiram dengan air tawar, dibersihkan seperlunya seperti mandi umum dengan menggunakan sabun mandi, dikeramas dengan shampo, dan sikat gigi. Dalam tahap kedua mayat disiram lagi dengan air harum/kumkuman (air tawar bercampur wangi-wangian). Memasang reramuan. Yang dinamakan reramuan ialah : gadung, kapas, wangi-wangian, dan lain-lain. Jadi setelah selesai memandikan maka diselenggarakan : Makerik kuku pada jari kaki dan tangan Kedua ibu jari kaki diikat menjadi satu dengan benang (me-itik-itik). Kedua ibu jari tangan diikat menjadi satu (me-itik-itik) dan dipasang sebuah kwangen dengan jinah 11 keteng, sebagai kwangen pangubaktian Masigsig, makramas. Pablonyoh : - yang putih tempatnya di kepala dan yang kuning tempatnya di kaki. Eteh-eteh : Lanjutankan dengan memasang sarana-sarana pada tubuh mayat sebagai berikut : Daun intaran dipasang pada kening Gadung dipasang pada dada Pusuh menur dipasang pada lubang hidung Cermin dipasang pada kedua matanya Waja dipasang pada giginya Daun terong dipasang pada kemaluannya (untuk laki-laki) Daun tunjung dipasang pada kemaluannya (untuk wanita) Catatan: alat-alat ini dapat ditaruh di samping jenazah Bebek-bebek : Bebek-bebek ini ialah bahan bedak (boreh atau anget-angetan) dipasang pada perutnya. Lengawangi : Lenga wangi, ialah minyak harum, bedak wangi yang dipasang pada tubuh mayat. Kwangen-kwangen : 1 buah di kepala menghadap ke bawah. 1 buah di hulu hati. 1 buah di dada. 2 buah letakan di kedua siku kanan dan kiri. 2 buah letakkan di kedua lutut kanan dan kiri. Mawastra (memakaikan kain) Kemudian mayat itu dipasang kain selengkapnya (diusahakan berwarna putih), dan secara simbolik berfungsi akan persiapan muspa, (tidak dikerubungi seluruh tubuhnya melainkan sebagian bawah saja). Maktiang ke Surya Setelah lengkap semuanya maka yang bertugas menjalankan upacara tersebut, memohon kehadapan Hyang Siwa Raditya, tirtha pangelukatan, pabersihan. Barulah mayat itu diperciki tirtha pengelukatan, pabersihan dan tirtha penyungsungan yang meninggal. Banten arepan : Setelah menyembah kehadapan Hyang Siwa Raditya, (Hyang Surya) maka mayat lalu dihayap dengan bebanten yang disebut ”Bubur Pitara, nasi angkeb, saji, dan yang lainnya”. Sebagai tanda perpisahan, maka kaum kerabat yang ditinggalkan menghadapai banten yang letaknya di dekat kaki orang yang meninggal dunia. Banten itu disebut : Banten Sambutan/”Mapegat”. Maka keluarga itu mula-mula menyembah ke Surya, kemudian kepada yang meninggal. Barulah mayat itu dilelet (dibungkus), dengan kain, kemudian dengan tikar/klasa, lalu dengan tali kendit, /ante bambu dan akhirnya dengan kain putih. 2.MENDEM SAWA. Sebelum mayat itu di pendem dilakukan sebagai berikut : Mayat dibuka, baik tikar maupun kain pengeleletnya dan tali kendit /ante. Lalu diperciki Tirtha-tirtha oleh pelaksana Upacara, yakni : Mula-mula: Tirtha Pengelukatan, kemudian Tirtha pabersihan, dilanjutkan dengan Tirtha pengentas yang dimohon dengan ngelumbung oleh petugas, dan terakhir di perciki tirtha Kahyangan penyungsungan yang meninggal, Tirta Kahyangan Tiga. sebagai tanda selesainya upacara mendem sawa, maka di setra tersebut dilakukan upacara sebagai berikut : 3.MAKTIANG Upacara terakhir dalam mendem Sawa ialah para keluarga yang ditinggalkan melakukan pengubaktian pamuput 4.SELESAI MAGESENG Tata cara Pelaksanaan Ngeseng Sawa terhadap mayat, terdapat beberapa hal yang sama dengan tata cara pelaksanaan ”Mapendem” Sawa, antara lain sejak dari meninggalnya hingga mengusung ke Setra, maka dalam bab ini tidak diuraikan lagi. Sebagaimana mestinya. Dalam atiwa-atiwa yang dilakukan dengan ”megeseng” maka ditempuh dua proses, yakni : Proses pengembalian badan wadag (stula sarira) kepada unsur-unsur Panca Maha Bhuta. Proses pengembalian roh (atma sarira), kepada asalnya yaitu Paramatman. Dalam pengertian pengembalian badan wadag kepada unsur-unsur Panca Maha Bhuta, yang dilakukan dengan “Megeseng”, terjadi dalam beberapa bagian yaitu : 1. SAWA WEDANA. - Ngeseng sawa secara langsung dengan segala upacaranya. 2. ASTI WEDANA - Ngeseng patulangan yang sebelumnya pernah dipendem, digeseng dengan segala upacaranya. 3. SWASTA. - upacara atiwa-tiwa terhadap mayat yang tidak mungkin dijumpai lagi, sehingga mayat diwujudkan dengan badan-badan lain, antara lain : lalang, air, dan lain sebagainya. TATA CARA PELAKSANAAN. SAWA WEDANA : Tatacara ngeseng sawa dalam waktu singkat, (sawa wedana), yang menurut smrti-smrti Yama Purwana Tattwa dan Purwa Phuba Sasana, dibenarkan. Tatacara mana disebut : Mapendem ring geni, dan magenah ring patulangan. Adapun tata cara yang diuraikan di sini ialah setelah sawa itu tiba di Setra, (sebelum ke Setra, tatacaranya sama dengan sawa yang mependem). setelah tiba di Setra, Sawa yang diusung menglilingi bale pebasmian, (tempat membakar) tiga kali (praswya). Kemudian sawa diletakan pada tempat pangesengan, dan tali kendit/ante diputuskan, dengan belakas yang telah disiapkan yang khusus untuk itu. a. Matirtha. Kain pengerubung bagian kepala sawa itu dibuka, dan bentangkalah kain putih di atasnya (kase penyaringan toya) untuk tempat menuangkan Tirtha : Tirtha Penembak/pemanah. Penglukatan. Pengentas. Tirtha dari sesuhunan, kahyangan tiga. b. Mageseng. Sebelum sawa digeseng, letakanlah didadanya upacara-upacara : Bubur Pirata putih dan kuning, dua tanding, canang 7 tanding, beras empat warna (putih, merah, kuning, hitam) masing-masing satu ceper. Setelah sawa itu diupacarai dengan upakara-upakara tersebut di atas, kemudian petugas upacara memegang taru pamuhun yang telah dinyalakan dengan api upacara, lalu digeseng hingga basmi. Perlu diingat bahwa selama sawa itu digeseng, tidak wajar dianiaya yaitu dipotong-potong dan sebagainya, biarlah ia basmi pada saatnya. c. Panyeeb. Kalau sawa itu telah basmi, tuangkan tirtha yang terdiri dari air tawar sampai apinya musnah. Air inilah yang disebut panyeeb. d. Ngereka. Setelah sawa itu hangus menjadi abu, lalu dilakukan pengerekean sebagai berikut : Pungut sekedar abu tulang itu, ditempatkan pada pawai anyar (sesenden) dan tuangi air jernih dan air kumkuman. setelah abu itu hancur, tuangkan pada sebuah kelapa gading, yang telah dikasturi dan diwujudkan dalam Puspa asti. Abu-abu yang isinya direka seperti bentuk manusia, kemudian diisi kwangen Sebagai berikut : - di ubun-ubun : 1 buah. - di dahi : 1 buah. - di kerongkongan : 1 buah. - hulu hati : 1 buah. - pusat : 1 buah. - antara pusat dan kemaluan : 1 buah. - antara kemaluan dengan pantat : 1 buah. - di mata : 2 buah. - di telinga : 2 buah. - di hidung : 2 buah. - di mulut : 1 buah. - di tangan sebagai pengubhakti : 1 buah. - di kaki : 2 buah. - di tangan : 2 buah. - di perut : 1 buah. - di kemaluan : 1 buah. - di pantat : 1 buah. Jumlah : 22 buah. Kemudian disiapkan banten : Daksina pejati selengkapnya, baik untuk di Prajapati, Pengulun Setra, juga Bubur Pitara, nasi angkeb, banten arepan, ketupat panjang, dius kamalingi, puspa, rantasan untuk rerekayan. Kemudian penyelenggara upacara memuja melakukan persembahan keluarga yang meninggal. Ditujukan kepada Hyang Surya, Prajapati, Kahyangan Tiga dan Sasuhunan, maka barulah rerekayan itu dibungkus, kemudian diusung ke sungai (laut). Sampai di laut (sungai) terlebih dahulu diupacarai dengan banten: Daksina, Peras penganyutan, dan wangi-wangian, terakhir barulah abu dibuang ke laut/sungai. ASTI WEDANA Kalau ada mayat yang telah lama dipendem, kemudian ada niat untuk ngaben, jelaslah tidak mungkin dapat lagi mreteka sawa orang yang diaben itu seperti sawa yang baru, hal ini dapat dilakukan dengan mengupacarai tulangnya (galih), kalau masih mungkin didapat. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut : Atur piuning ke Pura Dalem (mempermaklumkan). Buatlah terlebih dahulu simbol orang yang akan di aben, berupa tegteg. Tegteg ini di usung ke pura Dalem disertai banten : Peras, Penyeneng, daksina, Suci, ketupat dan segehan. Ngulapin ke Prajapati. Setelah selesai di Pura Dalem lalu Tegteg itu tuntun ke Prajapati, disertai upacara : Peras, Daksina, Pengulapan, Pengambeyan, segehan, dan sesayut. Ngangkid. Kelanjutan dari bagian (a) dan (b) itu ialah : bahwa tegteg itu diusung ke setra tempat orang yang akan diaben itu di pendem. Di atas bambang itu diselenggarakan upacara ngangkid yaitu : Suci, peras, penyeneng, punjung, daksina, segehan, berisi isin jejeron, (daging mentah), Yaitu : darah, serta tetabuhan: tuak, arak. Bambang dibongkar untuk mendapatkan tulang-tulang, lalu tulang-tulang itu dikumpulkan pada suatu tempat yang telah disediakan di setra, (tidak boleh di bawa pulang) Pada bambang yang telah dibongkar, lakukan upacara sekedar, dengan banten: suci, peras, daksina, dan sembelih ayam bulu hitam. Lalu bambangpun di timbun kembali Ngeringkes. Adapun banten ngeringkes yang serupa ini pun sama dengan ngeringkes seperti tersebut di depan. Ngeseng. Sama dengan cara ngeseng seperti di depan. Nganyut. Sama dengan cara seperti nganyut di depan. SWASTA Swasta adalah pelaksanaan atiwa-tiwa terhadap orang yang meniggal dunia, yang tidak mungkin ditemukan lagi bekas-bekasnya ( karena telah lama dipendem, juga karena terlalu jauh). Atiwa-tiwa yang tergolong dalam ”SWASTA” adalah sebagai berikut : Racadana atau Tirtha Yadnya Pranawa. yakni sawa itu diganti dengan simbol Tirtha (Toya Sarira). Sedangkan mengenai tata pelaksanaannya sama dengan tahap-tahap pelaksanaan Atiwa-tiwa Asti Wedana. Baik dari matur piuning ke Pura Dalem, sampai dengan nganyut. Hanya terdapat beberapa perbedaan-perbedaan, yang antara lain : Kalau Asti Wedana ada tahap ngangkid, tulang-tulang, sedangkan Swasta tidak ada. Jadi yang diringkes dan lain-lain adalah Tirtha itu sendiri. NGELUNGAH Kecuali upacara Pitra Yajna, baik mependem maupun megeseng, seperti tersebut di depan, yang dilakukan terhadap sawa orang yang dewasa, maka terhadap sawa anak-anak pun disebut pitra yajna, karena yang diupacarai adalah ”A r w a h”. Untuk Atiwa-tiwa bagi anak-anak diatur sebagai berikut : a. Anak-anak yang telah tanggal gigi, sama dengan orang dewasa. b. Bagi bayi yang berumur di bawah tigang sasih, dilakukan dengan pependem saja, tanpa upakara (tidak boleh di geseng) c. Bagi anak-anak dan bayi yang belum tanggal gigi, lalu meninggal dunia, kemudian berkeinginan mengadakan atiwa-tiwa, maka upacara itu disebut ”ngelungah”. Tata cara pelaksanaannya : Piuning ke Pura Dalem, Bantennya : Canang meraka, daksina, ketipat kelanan, telur bukasem, segehan putih - kuning Piuning ke Prajapati, Bantennya : Canang, ketipat, daksina, peras. Piuning ke Sedahan Setra, Bantennya : Canang Meraka, ketipat kelanan. Piuning Bambang Rare, Bantennya : Sorohan, pengambeyan, pengulapan, peras, daksina. Klungah Nyuh Gading disurat : ”OM KARA” Banten kepada roh bayi : bunga pudak, bangsah pinang, kereb sari, punjung, dan banten bajang. Tirtha pengrapuh yang dimohon di Pura Dalem dan Prajapati. Setelah banten-banten tersebut di atas semuanya ditempatkan di atas gegumuk bambang, maka yang menjalankan upacara mulailah memuja, untuk memohon kepada Bhatara/Bhatari, secepatnya roh si bayi kembali suci. Kemudian setelah selesai memercikan tirtha-tirtha semuanya di atas bambang, maka bambang pun di ratakan kembali, sehingga tidak tampak gegumuk lagi. Demikian juga bebanten-bebanten itu di timbun (dipendem). BEBERAPA BUAH MANTRA: Doa Mendengar ada Kematian: OM VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAN SARIRAM OM KRATO SMARA KLIBE SMARA KRTIR SMARA- Ya Tuhan penguasa hidup, pada saat kematian ini semoga ia mengingat viaksara suci OM, semoga ia mengingat Engkau yang mahakuasa dan kekal abadi. Ingat pula kepada karmanya. Semoga ia mengetahui bahwa Atma adalah abadi dan badan ini akhirnya hancur menjadi abu. (Yajurveda XL.15) Doa Magebagan/Ngelayat: Om swargantu pitaro dewah, swargantu pitara ganam, swargantu pitarah sarvaya namah swadah Om moksantu pitaro dewah, moksantu pitara ganam, moksantu pitarah sarwaya namah swadah Om suniyantu pitaro dewah, suniayantu pitara ganam, suniyantu pitarah sarwaya namah swadah Om Bhagyantu pitaro dewah, bhagyantu pitara ganam, bhagyantu pitarah sarwaya namah swadah Om ksamantu pitaro dewah, ksamantu pitara ganam, ksamantu pitarah sarwaya namah swadah (Sumber: Ketetapan PHDI Pusat & Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, 2004) ATAU: Om swargantu, moksantu, sunyantu, murchantu sarwa pitara Om ksama sampurnaya namah swadah.

Minggu, 01 Agustus 2010

Oleh: Ir.I KETUT BAGIASA (Head Of QC Electric AWS/WM) MERUBAH KEBIASAAN BURUK Pendahuluan Hakekat kegiatan hidup beragama adalah membangkitkan api spritual untuk meningkatkan kwalitas moral,memperkuat daya tahan mental menghadapi berbagai dinamika persoalan hidup dan untuk memelihara semangat hidup guna mewujudkan cita-cita. Maka agar supaya hal tersebut dapat dicapai diperlukan sikap dan norma hidup dalam kehidupan beragama yang benar dan tepat. Apapun kegiatan ber-agama kita harus mampu mengembangkan diri kita lebih jauh baik sebagai manusia individu maupun sebagai makhluk sosial. Pertama yang harus kita lakukan adalah berusaha melihat diri sendiri secara jujur dan obyektif.Dalam hal ini kita akan melihat segala kelebihan dan kekurangan kita,dilihat dari suluh ajaran agama kita. Jika ada kita memiliki sifat yang tidak baik,tumbuhkanlah tekad dalam diri untuk berusaha merubah bibit sifat tidak baik tersebut agar tidak menjadikan kebiasaan buruk. Untuk merubah kebiasaan buruk itu tidak semudah hanya mendengarkan ceramah agama,dan membaca buku atau sembahyang yang hanya enam bulan sekali saat pujawali di pura desa / kahyangan. Merubah kebiasaan Merubah kebiasaan buruk itu ibarat menghadapi orang sakit. Orang yang sedang menderita sakit itu tidak akan sembuh kalau ia hanya diceritain tetntang kemanjuran obat,khasiat dan mutu obat. Betapapun pintarnya kita bercerita,tidak akan pernah merobah si sakit menjadi sembuh.Yang benar adalah menukarkan resep obat dari dokter untuk mendapatkan obat yang sesungguhnya. Obat itu terus di minum sesuai dengan petunjuk dokter,diikuti dengan disiplin tata cara pemakaian obatnya. Dengan demikian niscaya akan cepat sembuh. Demikian juga halnya dengan kehidupan beragama ,tidak cukup hanya dengan mendengar dharma wacana /ceramah,membaca buku agama., dan yang lain.Dalam hal demikian kita harus bisa melatih diri,mempraktekkan norma kebaikan .Dalam membiasakan sesuatu yang baik memang pada mulanya menjadi beban dalam hidup.Namun kalau kita dapat melewati proses yang berat itu,lama kelamaan n akan menjadi kebutuhan dalam hidup kita ini. Seperti halnya bersembahyang ,kadang kita ingat kadang lupa.Kita harus tahan dalam keadaan seperti ini untuk beberapa lama.Biarkan kita lupa,ingat lagi,lagi lupa dan seterusnya.Janganlah mundur sebab hal ini akan membuat diri kita mundur dan usaha kita menjadi nol kembali. Toh akhirnya lama kelamaan walhasil lebih banyak ingatnya dari pada lupanya.Akhirnya akan menjadi kebiasaan yang baik,dan menjadi kebutuhan sehari-hari layaknya kebiasaan minum kopi pagi. Melatih indria pada kebiasaan baik. Melatih diri untuk membiasakan mengurangi berbagai kebiasaan buruk memang memerlukan kesabaran , ketekunan , dan tekad yang kuat bahwa segala sesuatunya membutuhkan pengorbanan Namun apabila suatu tujuan mulia dapat diwujudkan dengan baik maka kebahagiaanpun akan dirasakan dalam hidup ini. Percayalah bahwa dengan terbiasa menjalani kehidupan dengan kebiasaan baik,sesuai norma yang santun dan disiplin tentu akan tenang hidup ini. Untuk membiasakan diri pada kebiasan baik maka kita harus mengenal dahulu tahap dan langkah dalam menggerakkan indria / alat tubuh kita.Salah satu dari indriya kita adalah lidah yang paling sukar untuk mengendalikannya. Lidah mempunyai dua fungsi yakni merasakan makan/minum dan untuk mengeluarkan kata-kata. Sebagai kontrol berkata-kata lidahlah yang paling berperan aktif. Artinya hal yang harus dikendalikan adalah jangan mengeluarkan kata kejahatan ., tidak berkata kasar seperti menghardik ,tidak memfitnah dan tidak berkata bohong. Kalau hal tersulit sudah dapat kita atasi,baru dilanjutkan dengan tahap berikutnya seperti mata.Janganlah dengan mudah tergoda,kendalikan diri untuk memfungsikan mata pada sesuatu yang baik untuk melihat dan membaca.Begitulah seterusnya fungsi-fungsi indriya kita dapat dilatih dengan membiasakan kebiasaan baik sesuai norma-norma hidup dan petunjuk agama masing-masing.Begitupun dengan alat indria yang lain hidung dan telinga digunakan sesuai fungsinya. Demikian sekelumit gambaran /paparan yang barangkali dapat diambil hikmahnya,demi tercapainya tujuan hidup guna mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Semoga damai…..Santhi

Oleh : I Wayan Sudiarta (Kelian Adat Pura Windu Segara) HARI RAYA NYEPI Pendahuluan. Hening,…heneng,… heling dan waspada adalah sederetan kata yang cukup kita pahami. Ada kandungan nilai-nilai spiritual yang patut direnungkan terutama dalam menyambut datangnya hari suci bagi umat hindu yakni Hari Raya Nyepi, Hari Raya Nyepi jatuh pada penanggal apisan(pertama) sasih atau bulan kedasa ,sehari setelah umat hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya,berupa tawur Kesanga. Menurut lontar Sunarigama dan Lontar Aji Swamandala rangkaian upacara menyambut Nyepi adalah Melasti/makiyis/melis yang dilaksanakan dua hari sebelum nya berumpa upacara pembersihan menyucikan diri ke laut atau sumber mata air yang bermakna penyucian alam semesta ,selanjutnya pada hari tileming kesanga sehari sebelum perayaan Nyepi dilaksanakan upacara bhuta yadnya ,dilanjutkan dengan upacara Ngerupuk pembersihan jagat raya/alam semesta,pengarakan ogoh-ogoh malam menjelang hari suci tersebut. Perayaan Nyepi tahun ini jatuh pada hari Kemis tanggal 07 Maret tahun 2008.Untuk pelaksanaan di Kabupaten Tulang Bawang Melasti diadakan pada hari Rebo tanggal 04 Maret 2008 di Cakat,Menggala. Pada acara Nyepi umat hindu melaksanakan catur brata penyepian,yaitu amati geni(tidak menyalakan api/berapi api),amati karya(tidak bekerja), amati lelungan(tidak bepergian),dan amti lelanguan(tidak bersenang senang/mengmbar hawa nafsu).Berata ini dilaksanakan selama 24 jam mulai pukul 06.00 dari penanggal apisan sasih kedasa sampai dengan pukul 06.00 pagi besoknya pada penanggal pingkalih sasih kedasa(waisaka).setelah itu disebut ngembak geni(ngelabuh berata) Pada Keesokan harinya saat lebar/ngelabuh berata,umat hindu melaksanakan Dharma Shanti,yaitu berupa kunjungan silahturahmi,saling memaafkan atas segala kesalahan yang pernah diperbut pada waktu tahun sebelumnya.Dengan demikian kita mulai kehidupan yang baru di tahun baru setelah semua dilewati melalui tapa,berata,yoga dan semadhi. Upacara Ngerupuk: Ogoh-ogoh adalah symbol Bhutakala dan bhutakala adalah sesuatu sifat negative yang merugikan manusia.Oleh karena itu pelaksanaan hari Ngerupuk yang dilaksanakan sore hari menjelang malam sehari sebelum Nyepi merupakan symbol pembersihan /pengusiran segala bentuk kekuatan negative tersebut Ogoh-ogoh dapat digambarkan sebagai makhluk jahat,raksasa,yang seram atau symbol seni lainnya tergantung dari kreasi di desa masing-masing. Biasanya sebelumnya didahului dengan upacara mecaru/tawur di perempatan jalan atau pekarangan Mecaru artinya pelaksanaan banten bagi Bhutakala untuk keseimbangan alam semesta. Pendakian Spiritual: Memahami makna hari raya Nyepi sesungguhnya kita merenungkan posisi diri kita yang sejati,antara diri kita(bhuana alit) dan alam semesta(bhuana agung) beserta segala isinya.Pada hari raya Nyepi yang dalam suasana hening,heneng umat mencari apa yang dinamakan Sunya melalui tapa,yoga dan semadhi .Ini merupakan proses penyucian diri dalam pencapaian jatidiri ,emansipasi jiwa,bagaimana dapat kita capai keharmonisan diri dengan alam. Muncul pemahaman Tri Hita Karana berupa konsep tiga unsur keseimbangan dalam ajaran hindu. Hubungan baik manusia dengan Tuhan,manusia dengan manusia dan terakhir manusia dengan alam sekitar. Sesungguhnya hidup menurut ajaran hindu adalah sebuah pendakian diri yang semestinya dijalani dengan penuh keimanan.Konsep Catur Asrama yaitu empat tahapan hidup bagi umat hindu(brahmacari,grehasta,sanyasa dan bhiksuka).Dan catur Purusa artha yaitu empat tujuan hidup setiap insan hindu(Dharma,artha,Kama dan moksa) demikianlah apabila kita mampu melaksanakan dasar dasar ajaran tersebut maka niscaya pencapaian akan pendakian spiritual ini dapat dicapai. Pasca Nyepi: Pendakian spiritual tidak hanya dilaksanakan pada saat melaksanakan catur berata penyepian tetapi setelah itu terus menerus mengasah budhi melaksanakan ajaran tri kaya parisudha yaitu tiga pelaksanaan tingkah laku yang baik(kayika,wakcika,dan manahcika).Kayika artinya berbuat yang baik.wakcika artinya berkata-kata yang baik dan manahcika artinya berpikir yang baik. Penyucian alam semesta dan diri kita telah kita lakukan didalam rangkaian upacara hari raya Nyepi sebagai pergantian tahun saka.Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita dapat mengambil hikmah dari philosifi perayaan tersebut. Sebagai refleksi diri dihari raya Nyepi ini pikiran,perbuatan dan tindakan nyata dari masing masing diri kita sangat diharapakn dapat menjadi kenyataan didalam kehidupan sehari hari. Demikian makna dan harapan kita semua agar tercapai kedamaian lahir dan bathin,…santih.

KEPEMIMPINAN MENURUT HINDU (OLEH: INENGAH WIRATA_INSTALASI AIR BERSIH AWS) Istilah diatas sangatlah akrab kedengaran dari keseharian kita. Banyak sekali orang yang bisa menjadi pimpinan tetapi tidaklah banyak yang bisa menjadi pemimpin. Dibutuhkan pemahaman dan pengertian yang mendalam bagi yang bersangkutan untuk mengerti makna kepemimpinan. Berbagai pandangan tentang kepemimpinan seperti kata asing”leadership”, manajemen dari kata ilmu administrasi dan menurut ajaran hindu berasal dari “nitisastra” artinya ajaran kepemimpinan atau ilmu kepemimpinan yang bersifat umum dan universal. Sesungguhnya istilah kepemimpinan tidak sama dengan manajemen , namun keduanya sangatsulit untuk dipisahkan.Kepemimpinan itu nuansanya mengarah kepada kemauan individu ,kemampuan dari seorang pemimpin. Sedangkan manajemen mengarah kepada sistem dan mekanisme kerja. Apakah arti kepemimpinan itu? Kepemimpinan merupakan seni untuk mempengaruhi tingkah laku orang,sehingga tergerak untuk mengikuti kemauan dengan ikhlas guna mencapai tujuan bersama.Sedangkan pemimpin adalah seorang Pribadi yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin hendaknya dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai kewenangan yang dimiliki.Wewenang seorang pemimpin adalah hak untuk menggerakkan orang atau bawahan agar mau mengikuti kehendak sesuai tugas yang diberikan. Tugas merupakan kwajiban yang harus dilaksanakan. Sukses seorang pemimpin tergantung kepada pemahaman dan pengetahuan serta penerapan teori kepemimpinan. Dalam kitab suci agama hindu”Nitisastra,I,4) disebutkan: “Ring jan madhika meta citta reseping sarwa praja ngenaka,ring stri madhya manchara priya wuwus tangde manah kung lulut , yen ring madhyani sang pandita mucap tattwa padeca prihen, yen ring madhyanikang musuh mucapaken wak sura singhakreti Artinya ; Orang yang terkemuka (Pemimpin) harus bisa mengambil hati dan menyenangkan hati orang ,jika berkumpul dengan wanita harus dapat menimbulkan rasa cinta,jika nerkumpul dengan pendeta harus dapat membicarakan ajaran ketatwaan/keagamaan yang baik,dan jika berhadapan dengan musuh harus dapat mengucapkan kata-kata menunjukkan keberanian bagai seekor singa. Begitulah sastra agama menyebutkan tugas dan kwajiban seorang pemimpin dan melaksanakan kepemimpinannya. Nilai-nilai kepemimpinan. Untuk dapat menjadi pemimpin yang baik seseorang hendaknya memiliki sifat-sifat yang lebih dari sekelompok orang yang dipimpin.Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah: 1. Kelebihan dalam menggunakan rasio/pikiran. 2. Kelebihan dalam bidang Rohaniah. 3. Kelebihan dalam bidang Jasmaniah. Disamping itu seorang pemimpin juga dituntut memiliki intelejensi, yaitu mempunyai kemampuan mengobservasi situasi,karakter, adalah sifat-sifat keperibadian yang berhubungan dengan nilai-nilai kesungguhan,kejujuran dan kepercayaan,kesiap-siagaan, yaitu selalu awas dan waspada terhadap kemungkinan yang bisa terjadi,kesetiaan, adalah merupakan kode etik dari sifat jujur dan setia bagi umat hindu. Kesetiaan adalah merupakan puncaknya ajaran yang ditegaskan dalam sloka”satya mukhaning dharma” . Dalam ajaran agama hindu dikenal adanya lima kesetiaan,Panca Satya yaitu: 1. Satya Hradaya : jujur terhadapdiri sendiri/pikiran. 2. Satya Wacana : jujur terhadap ucapan / perkataan. 3. Satya Smaya : jujur dan setia terhadap janji. 4. Satya Mitra : setia terhadap sahabat. 5. Satya Laksana : setia dan jujur dalam tindakan dan perbuatan. Kesetiaan dan kejujuran merupakan pedoman yang harus diterapkan bagi seorang pemimpin. Azas-azas Kepemimpinan Hindu Dalam kepemimpinan Hindu ada hal-hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan sebagi seorang pemimpin, yaitu asas-asas kepatutan yang berkaitan,diantaranya adalah Panca Dasa Pramitteng Prabhu,Sad WarnaningRaja Niti,Panca Upaya Sandhi,Nawa Nathya,Asta Brata. Sad Wananing Raja Niti. Merupakan salah satu dari sekian banyak ajaran kepemimpinan Hindu. Ajaran kepemimpinan ini patut dipedomi oleh para pemimpin “Hindu” dalam melaksanakan kepemimpinannya. Adapun yang merupakan bagian-bagian dari Sad Warnaning Rajaniti sebagai ajaran kepemimpian Hindu, antara lain: 1. Abhigainnika, artinya seoarang pemimpin harus mampu menarik perhatian yang positif dari masyarakat yang dipimpinnya. 2. Prajna, yaitu seorang pemimpin harus memiliki daya kreatif yang benar yang sesuai dengan dharma guna memimpin. 3. Utsaha, yaitu seorang pemimpin harus memiliki daya kreatif yang luhur untuk memajukan kepntingan masyarkatnya. 4. Sakya Samanta, yaitu seorang pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dipaandang kurang baik untuk menjadi lebih baik. 5. Atma Sampad, yaitu pemimpin harus memiliki moral yang baik dan luhur yang dapat dipedomani oleh bawahannya dan masyarakat yang dimpinnya. 6. Aksudra Parisatha, yaitu seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memimpin persindangan para mentrinya dan menarik kesimpulan yang bijaksana, sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah bagaimana yang bersangkutan dapat dengan cepat mengantisipasi situasi,mempunyai naluri dan insting yang kuat untuk mengatasi keadaan dalam situasi apapun. Jika semua terpenuhi maka tujuan akhir yang ingin dicapai bagi kelompok tertentu atau organisasi akan dapat tercapai dengan baik. Sesungguhnya setiap orang adalah pemimpin, paling tidak pemimpin bagi dirinya sendiri.

warisan bukan untuk dibagi