Rabu, 04 Agustus 2010

Om Swastyastu mudah-mudahan bermanfaat TUNTUNAN PRAKTIS PIṬṚA YAJÑA * (SHRI DANU DHARMA PATAPAN) I WAYAN SUDARMA** MAPENDEM 1. NYIRAMANG LAYON/MEMANDIKAN JENAZAH Perlengkapannya: Pepaga (tandu) Ulap-ulap yaitu: secarik kain putih yang dibentangkan di atas tempat memandikan di natar pekarangan. Air penyiraman (air tawar, air kumkuman). Alat-alat pengringkesan (panglelet), jika mungkin dapat diusahakan : kramas, kakrik, pablonyoh putih kuning, bunga gadung, daun tunjung, kapas, daun intaran, bunga menur, waja, daun terong, pecahan cermin, bunga-bungaan, bebek(oreh/anget-anget), ampok-ampok, kwangen, angkeb rai, tempatkan pada satu tempat. (catatan: alat-alat ini bisa kita ganti dengan peralatan mandi modern) Selain yang tersebut di atas, yang perlu ada ialah : Tirtha dari Kahyangan tiga (jika kahyangan yang dimaksud sudah berdiri). Tirtha dari kahyangan sesuhunan yang bersangkutan. Tirtha pabersihan, Tirtha penglukatan. Catatan: Jika semua kahyangan tersebut di atas belum ada dirikanlah Sanggah Pengayengan yang bersifat sementara, dan dari sanalah ngayeng Hyang sesuhunan-sesuhunan. Yang patut melaksanakan ini ialah : Pedanda (jika ada) Pemangku Pura Dalem/Prajapati (jika ada) Panglisir-Panglisir di tempat itu (yang umurnya paling tua di antara keluarga itu). Penjelasan : Jika ada pedanda, tirtha-tirtha, baik pangentas, pengelukatan, pabersihan, penembak dan lain-lain, langsung beliau yang membuat dengan Pujanya yang berlaku untuk itu. Jika yang ada hanya Pemangku Dalem dan yang sederajat dengan itu, maka semua tirtha-tirtha yang dipergunakan, harus melalui Ngelumbung, yakni dengan memohon melalui pengastawa (sesontengan/seha) kepada Hyang Widhi/Bhatara baik secara ngayeng, (pelinggih sementara) maupun menghadapi pelinggih yang sudah ditetapkan. Jika yang ada hanya pengelingsir/yang sederajat dengan itu, maka Tirtha-tirtha dilakukan dengan ngelumbung. Pelaksanaan Memandikan Mayat : Menurunkan mayat dari balai-balai : terlebih dahulu mayat diturunkan dari balai-balai, lalu diusung ke natar, dimana telah dipasang pepaga. Setelah mayat dibuka rurubnya (dalam keadaan telanjang) pertama kali disiram dengan air tawar, dibersihkan seperlunya seperti mandi umum dengan menggunakan sabun mandi, dikeramas dengan shampo, dan sikat gigi. Dalam tahap kedua mayat disiram lagi dengan air harum/kumkuman (air tawar bercampur wangi-wangian). Memasang reramuan. Yang dinamakan reramuan ialah : gadung, kapas, wangi-wangian, dan lain-lain. Jadi setelah selesai memandikan maka diselenggarakan : Makerik kuku pada jari kaki dan tangan Kedua ibu jari kaki diikat menjadi satu dengan benang (me-itik-itik). Kedua ibu jari tangan diikat menjadi satu (me-itik-itik) dan dipasang sebuah kwangen dengan jinah 11 keteng, sebagai kwangen pangubaktian Masigsig, makramas. Pablonyoh : - yang putih tempatnya di kepala dan yang kuning tempatnya di kaki. Eteh-eteh : Lanjutankan dengan memasang sarana-sarana pada tubuh mayat sebagai berikut : Daun intaran dipasang pada kening Gadung dipasang pada dada Pusuh menur dipasang pada lubang hidung Cermin dipasang pada kedua matanya Waja dipasang pada giginya Daun terong dipasang pada kemaluannya (untuk laki-laki) Daun tunjung dipasang pada kemaluannya (untuk wanita) Catatan: alat-alat ini dapat ditaruh di samping jenazah Bebek-bebek : Bebek-bebek ini ialah bahan bedak (boreh atau anget-angetan) dipasang pada perutnya. Lengawangi : Lenga wangi, ialah minyak harum, bedak wangi yang dipasang pada tubuh mayat. Kwangen-kwangen : 1 buah di kepala menghadap ke bawah. 1 buah di hulu hati. 1 buah di dada. 2 buah letakan di kedua siku kanan dan kiri. 2 buah letakkan di kedua lutut kanan dan kiri. Mawastra (memakaikan kain) Kemudian mayat itu dipasang kain selengkapnya (diusahakan berwarna putih), dan secara simbolik berfungsi akan persiapan muspa, (tidak dikerubungi seluruh tubuhnya melainkan sebagian bawah saja). Maktiang ke Surya Setelah lengkap semuanya maka yang bertugas menjalankan upacara tersebut, memohon kehadapan Hyang Siwa Raditya, tirtha pangelukatan, pabersihan. Barulah mayat itu diperciki tirtha pengelukatan, pabersihan dan tirtha penyungsungan yang meninggal. Banten arepan : Setelah menyembah kehadapan Hyang Siwa Raditya, (Hyang Surya) maka mayat lalu dihayap dengan bebanten yang disebut ”Bubur Pitara, nasi angkeb, saji, dan yang lainnya”. Sebagai tanda perpisahan, maka kaum kerabat yang ditinggalkan menghadapai banten yang letaknya di dekat kaki orang yang meninggal dunia. Banten itu disebut : Banten Sambutan/”Mapegat”. Maka keluarga itu mula-mula menyembah ke Surya, kemudian kepada yang meninggal. Barulah mayat itu dilelet (dibungkus), dengan kain, kemudian dengan tikar/klasa, lalu dengan tali kendit, /ante bambu dan akhirnya dengan kain putih. 2.MENDEM SAWA. Sebelum mayat itu di pendem dilakukan sebagai berikut : Mayat dibuka, baik tikar maupun kain pengeleletnya dan tali kendit /ante. Lalu diperciki Tirtha-tirtha oleh pelaksana Upacara, yakni : Mula-mula: Tirtha Pengelukatan, kemudian Tirtha pabersihan, dilanjutkan dengan Tirtha pengentas yang dimohon dengan ngelumbung oleh petugas, dan terakhir di perciki tirtha Kahyangan penyungsungan yang meninggal, Tirta Kahyangan Tiga. sebagai tanda selesainya upacara mendem sawa, maka di setra tersebut dilakukan upacara sebagai berikut : 3.MAKTIANG Upacara terakhir dalam mendem Sawa ialah para keluarga yang ditinggalkan melakukan pengubaktian pamuput 4.SELESAI MAGESENG Tata cara Pelaksanaan Ngeseng Sawa terhadap mayat, terdapat beberapa hal yang sama dengan tata cara pelaksanaan ”Mapendem” Sawa, antara lain sejak dari meninggalnya hingga mengusung ke Setra, maka dalam bab ini tidak diuraikan lagi. Sebagaimana mestinya. Dalam atiwa-atiwa yang dilakukan dengan ”megeseng” maka ditempuh dua proses, yakni : Proses pengembalian badan wadag (stula sarira) kepada unsur-unsur Panca Maha Bhuta. Proses pengembalian roh (atma sarira), kepada asalnya yaitu Paramatman. Dalam pengertian pengembalian badan wadag kepada unsur-unsur Panca Maha Bhuta, yang dilakukan dengan “Megeseng”, terjadi dalam beberapa bagian yaitu : 1. SAWA WEDANA. - Ngeseng sawa secara langsung dengan segala upacaranya. 2. ASTI WEDANA - Ngeseng patulangan yang sebelumnya pernah dipendem, digeseng dengan segala upacaranya. 3. SWASTA. - upacara atiwa-tiwa terhadap mayat yang tidak mungkin dijumpai lagi, sehingga mayat diwujudkan dengan badan-badan lain, antara lain : lalang, air, dan lain sebagainya. TATA CARA PELAKSANAAN. SAWA WEDANA : Tatacara ngeseng sawa dalam waktu singkat, (sawa wedana), yang menurut smrti-smrti Yama Purwana Tattwa dan Purwa Phuba Sasana, dibenarkan. Tatacara mana disebut : Mapendem ring geni, dan magenah ring patulangan. Adapun tata cara yang diuraikan di sini ialah setelah sawa itu tiba di Setra, (sebelum ke Setra, tatacaranya sama dengan sawa yang mependem). setelah tiba di Setra, Sawa yang diusung menglilingi bale pebasmian, (tempat membakar) tiga kali (praswya). Kemudian sawa diletakan pada tempat pangesengan, dan tali kendit/ante diputuskan, dengan belakas yang telah disiapkan yang khusus untuk itu. a. Matirtha. Kain pengerubung bagian kepala sawa itu dibuka, dan bentangkalah kain putih di atasnya (kase penyaringan toya) untuk tempat menuangkan Tirtha : Tirtha Penembak/pemanah. Penglukatan. Pengentas. Tirtha dari sesuhunan, kahyangan tiga. b. Mageseng. Sebelum sawa digeseng, letakanlah didadanya upacara-upacara : Bubur Pirata putih dan kuning, dua tanding, canang 7 tanding, beras empat warna (putih, merah, kuning, hitam) masing-masing satu ceper. Setelah sawa itu diupacarai dengan upakara-upakara tersebut di atas, kemudian petugas upacara memegang taru pamuhun yang telah dinyalakan dengan api upacara, lalu digeseng hingga basmi. Perlu diingat bahwa selama sawa itu digeseng, tidak wajar dianiaya yaitu dipotong-potong dan sebagainya, biarlah ia basmi pada saatnya. c. Panyeeb. Kalau sawa itu telah basmi, tuangkan tirtha yang terdiri dari air tawar sampai apinya musnah. Air inilah yang disebut panyeeb. d. Ngereka. Setelah sawa itu hangus menjadi abu, lalu dilakukan pengerekean sebagai berikut : Pungut sekedar abu tulang itu, ditempatkan pada pawai anyar (sesenden) dan tuangi air jernih dan air kumkuman. setelah abu itu hancur, tuangkan pada sebuah kelapa gading, yang telah dikasturi dan diwujudkan dalam Puspa asti. Abu-abu yang isinya direka seperti bentuk manusia, kemudian diisi kwangen Sebagai berikut : - di ubun-ubun : 1 buah. - di dahi : 1 buah. - di kerongkongan : 1 buah. - hulu hati : 1 buah. - pusat : 1 buah. - antara pusat dan kemaluan : 1 buah. - antara kemaluan dengan pantat : 1 buah. - di mata : 2 buah. - di telinga : 2 buah. - di hidung : 2 buah. - di mulut : 1 buah. - di tangan sebagai pengubhakti : 1 buah. - di kaki : 2 buah. - di tangan : 2 buah. - di perut : 1 buah. - di kemaluan : 1 buah. - di pantat : 1 buah. Jumlah : 22 buah. Kemudian disiapkan banten : Daksina pejati selengkapnya, baik untuk di Prajapati, Pengulun Setra, juga Bubur Pitara, nasi angkeb, banten arepan, ketupat panjang, dius kamalingi, puspa, rantasan untuk rerekayan. Kemudian penyelenggara upacara memuja melakukan persembahan keluarga yang meninggal. Ditujukan kepada Hyang Surya, Prajapati, Kahyangan Tiga dan Sasuhunan, maka barulah rerekayan itu dibungkus, kemudian diusung ke sungai (laut). Sampai di laut (sungai) terlebih dahulu diupacarai dengan banten: Daksina, Peras penganyutan, dan wangi-wangian, terakhir barulah abu dibuang ke laut/sungai. ASTI WEDANA Kalau ada mayat yang telah lama dipendem, kemudian ada niat untuk ngaben, jelaslah tidak mungkin dapat lagi mreteka sawa orang yang diaben itu seperti sawa yang baru, hal ini dapat dilakukan dengan mengupacarai tulangnya (galih), kalau masih mungkin didapat. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut : Atur piuning ke Pura Dalem (mempermaklumkan). Buatlah terlebih dahulu simbol orang yang akan di aben, berupa tegteg. Tegteg ini di usung ke pura Dalem disertai banten : Peras, Penyeneng, daksina, Suci, ketupat dan segehan. Ngulapin ke Prajapati. Setelah selesai di Pura Dalem lalu Tegteg itu tuntun ke Prajapati, disertai upacara : Peras, Daksina, Pengulapan, Pengambeyan, segehan, dan sesayut. Ngangkid. Kelanjutan dari bagian (a) dan (b) itu ialah : bahwa tegteg itu diusung ke setra tempat orang yang akan diaben itu di pendem. Di atas bambang itu diselenggarakan upacara ngangkid yaitu : Suci, peras, penyeneng, punjung, daksina, segehan, berisi isin jejeron, (daging mentah), Yaitu : darah, serta tetabuhan: tuak, arak. Bambang dibongkar untuk mendapatkan tulang-tulang, lalu tulang-tulang itu dikumpulkan pada suatu tempat yang telah disediakan di setra, (tidak boleh di bawa pulang) Pada bambang yang telah dibongkar, lakukan upacara sekedar, dengan banten: suci, peras, daksina, dan sembelih ayam bulu hitam. Lalu bambangpun di timbun kembali Ngeringkes. Adapun banten ngeringkes yang serupa ini pun sama dengan ngeringkes seperti tersebut di depan. Ngeseng. Sama dengan cara ngeseng seperti di depan. Nganyut. Sama dengan cara seperti nganyut di depan. SWASTA Swasta adalah pelaksanaan atiwa-tiwa terhadap orang yang meniggal dunia, yang tidak mungkin ditemukan lagi bekas-bekasnya ( karena telah lama dipendem, juga karena terlalu jauh). Atiwa-tiwa yang tergolong dalam ”SWASTA” adalah sebagai berikut : Racadana atau Tirtha Yadnya Pranawa. yakni sawa itu diganti dengan simbol Tirtha (Toya Sarira). Sedangkan mengenai tata pelaksanaannya sama dengan tahap-tahap pelaksanaan Atiwa-tiwa Asti Wedana. Baik dari matur piuning ke Pura Dalem, sampai dengan nganyut. Hanya terdapat beberapa perbedaan-perbedaan, yang antara lain : Kalau Asti Wedana ada tahap ngangkid, tulang-tulang, sedangkan Swasta tidak ada. Jadi yang diringkes dan lain-lain adalah Tirtha itu sendiri. NGELUNGAH Kecuali upacara Pitra Yajna, baik mependem maupun megeseng, seperti tersebut di depan, yang dilakukan terhadap sawa orang yang dewasa, maka terhadap sawa anak-anak pun disebut pitra yajna, karena yang diupacarai adalah ”A r w a h”. Untuk Atiwa-tiwa bagi anak-anak diatur sebagai berikut : a. Anak-anak yang telah tanggal gigi, sama dengan orang dewasa. b. Bagi bayi yang berumur di bawah tigang sasih, dilakukan dengan pependem saja, tanpa upakara (tidak boleh di geseng) c. Bagi anak-anak dan bayi yang belum tanggal gigi, lalu meninggal dunia, kemudian berkeinginan mengadakan atiwa-tiwa, maka upacara itu disebut ”ngelungah”. Tata cara pelaksanaannya : Piuning ke Pura Dalem, Bantennya : Canang meraka, daksina, ketipat kelanan, telur bukasem, segehan putih - kuning Piuning ke Prajapati, Bantennya : Canang, ketipat, daksina, peras. Piuning ke Sedahan Setra, Bantennya : Canang Meraka, ketipat kelanan. Piuning Bambang Rare, Bantennya : Sorohan, pengambeyan, pengulapan, peras, daksina. Klungah Nyuh Gading disurat : ”OM KARA” Banten kepada roh bayi : bunga pudak, bangsah pinang, kereb sari, punjung, dan banten bajang. Tirtha pengrapuh yang dimohon di Pura Dalem dan Prajapati. Setelah banten-banten tersebut di atas semuanya ditempatkan di atas gegumuk bambang, maka yang menjalankan upacara mulailah memuja, untuk memohon kepada Bhatara/Bhatari, secepatnya roh si bayi kembali suci. Kemudian setelah selesai memercikan tirtha-tirtha semuanya di atas bambang, maka bambang pun di ratakan kembali, sehingga tidak tampak gegumuk lagi. Demikian juga bebanten-bebanten itu di timbun (dipendem). BEBERAPA BUAH MANTRA: Doa Mendengar ada Kematian: OM VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAN SARIRAM OM KRATO SMARA KLIBE SMARA KRTIR SMARA- Ya Tuhan penguasa hidup, pada saat kematian ini semoga ia mengingat viaksara suci OM, semoga ia mengingat Engkau yang mahakuasa dan kekal abadi. Ingat pula kepada karmanya. Semoga ia mengetahui bahwa Atma adalah abadi dan badan ini akhirnya hancur menjadi abu. (Yajurveda XL.15) Doa Magebagan/Ngelayat: Om swargantu pitaro dewah, swargantu pitara ganam, swargantu pitarah sarvaya namah swadah Om moksantu pitaro dewah, moksantu pitara ganam, moksantu pitarah sarwaya namah swadah Om suniyantu pitaro dewah, suniayantu pitara ganam, suniyantu pitarah sarwaya namah swadah Om Bhagyantu pitaro dewah, bhagyantu pitara ganam, bhagyantu pitarah sarwaya namah swadah Om ksamantu pitaro dewah, ksamantu pitara ganam, ksamantu pitarah sarwaya namah swadah (Sumber: Ketetapan PHDI Pusat & Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, 2004) ATAU: Om swargantu, moksantu, sunyantu, murchantu sarwa pitara Om ksama sampurnaya namah swadah.

Minggu, 01 Agustus 2010

Oleh: Ir.I KETUT BAGIASA (Head Of QC Electric AWS/WM) MERUBAH KEBIASAAN BURUK Pendahuluan Hakekat kegiatan hidup beragama adalah membangkitkan api spritual untuk meningkatkan kwalitas moral,memperkuat daya tahan mental menghadapi berbagai dinamika persoalan hidup dan untuk memelihara semangat hidup guna mewujudkan cita-cita. Maka agar supaya hal tersebut dapat dicapai diperlukan sikap dan norma hidup dalam kehidupan beragama yang benar dan tepat. Apapun kegiatan ber-agama kita harus mampu mengembangkan diri kita lebih jauh baik sebagai manusia individu maupun sebagai makhluk sosial. Pertama yang harus kita lakukan adalah berusaha melihat diri sendiri secara jujur dan obyektif.Dalam hal ini kita akan melihat segala kelebihan dan kekurangan kita,dilihat dari suluh ajaran agama kita. Jika ada kita memiliki sifat yang tidak baik,tumbuhkanlah tekad dalam diri untuk berusaha merubah bibit sifat tidak baik tersebut agar tidak menjadikan kebiasaan buruk. Untuk merubah kebiasaan buruk itu tidak semudah hanya mendengarkan ceramah agama,dan membaca buku atau sembahyang yang hanya enam bulan sekali saat pujawali di pura desa / kahyangan. Merubah kebiasaan Merubah kebiasaan buruk itu ibarat menghadapi orang sakit. Orang yang sedang menderita sakit itu tidak akan sembuh kalau ia hanya diceritain tetntang kemanjuran obat,khasiat dan mutu obat. Betapapun pintarnya kita bercerita,tidak akan pernah merobah si sakit menjadi sembuh.Yang benar adalah menukarkan resep obat dari dokter untuk mendapatkan obat yang sesungguhnya. Obat itu terus di minum sesuai dengan petunjuk dokter,diikuti dengan disiplin tata cara pemakaian obatnya. Dengan demikian niscaya akan cepat sembuh. Demikian juga halnya dengan kehidupan beragama ,tidak cukup hanya dengan mendengar dharma wacana /ceramah,membaca buku agama., dan yang lain.Dalam hal demikian kita harus bisa melatih diri,mempraktekkan norma kebaikan .Dalam membiasakan sesuatu yang baik memang pada mulanya menjadi beban dalam hidup.Namun kalau kita dapat melewati proses yang berat itu,lama kelamaan n akan menjadi kebutuhan dalam hidup kita ini. Seperti halnya bersembahyang ,kadang kita ingat kadang lupa.Kita harus tahan dalam keadaan seperti ini untuk beberapa lama.Biarkan kita lupa,ingat lagi,lagi lupa dan seterusnya.Janganlah mundur sebab hal ini akan membuat diri kita mundur dan usaha kita menjadi nol kembali. Toh akhirnya lama kelamaan walhasil lebih banyak ingatnya dari pada lupanya.Akhirnya akan menjadi kebiasaan yang baik,dan menjadi kebutuhan sehari-hari layaknya kebiasaan minum kopi pagi. Melatih indria pada kebiasaan baik. Melatih diri untuk membiasakan mengurangi berbagai kebiasaan buruk memang memerlukan kesabaran , ketekunan , dan tekad yang kuat bahwa segala sesuatunya membutuhkan pengorbanan Namun apabila suatu tujuan mulia dapat diwujudkan dengan baik maka kebahagiaanpun akan dirasakan dalam hidup ini. Percayalah bahwa dengan terbiasa menjalani kehidupan dengan kebiasaan baik,sesuai norma yang santun dan disiplin tentu akan tenang hidup ini. Untuk membiasakan diri pada kebiasan baik maka kita harus mengenal dahulu tahap dan langkah dalam menggerakkan indria / alat tubuh kita.Salah satu dari indriya kita adalah lidah yang paling sukar untuk mengendalikannya. Lidah mempunyai dua fungsi yakni merasakan makan/minum dan untuk mengeluarkan kata-kata. Sebagai kontrol berkata-kata lidahlah yang paling berperan aktif. Artinya hal yang harus dikendalikan adalah jangan mengeluarkan kata kejahatan ., tidak berkata kasar seperti menghardik ,tidak memfitnah dan tidak berkata bohong. Kalau hal tersulit sudah dapat kita atasi,baru dilanjutkan dengan tahap berikutnya seperti mata.Janganlah dengan mudah tergoda,kendalikan diri untuk memfungsikan mata pada sesuatu yang baik untuk melihat dan membaca.Begitulah seterusnya fungsi-fungsi indriya kita dapat dilatih dengan membiasakan kebiasaan baik sesuai norma-norma hidup dan petunjuk agama masing-masing.Begitupun dengan alat indria yang lain hidung dan telinga digunakan sesuai fungsinya. Demikian sekelumit gambaran /paparan yang barangkali dapat diambil hikmahnya,demi tercapainya tujuan hidup guna mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Semoga damai…..Santhi

Oleh : I Wayan Sudiarta (Kelian Adat Pura Windu Segara) HARI RAYA NYEPI Pendahuluan. Hening,…heneng,… heling dan waspada adalah sederetan kata yang cukup kita pahami. Ada kandungan nilai-nilai spiritual yang patut direnungkan terutama dalam menyambut datangnya hari suci bagi umat hindu yakni Hari Raya Nyepi, Hari Raya Nyepi jatuh pada penanggal apisan(pertama) sasih atau bulan kedasa ,sehari setelah umat hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya,berupa tawur Kesanga. Menurut lontar Sunarigama dan Lontar Aji Swamandala rangkaian upacara menyambut Nyepi adalah Melasti/makiyis/melis yang dilaksanakan dua hari sebelum nya berumpa upacara pembersihan menyucikan diri ke laut atau sumber mata air yang bermakna penyucian alam semesta ,selanjutnya pada hari tileming kesanga sehari sebelum perayaan Nyepi dilaksanakan upacara bhuta yadnya ,dilanjutkan dengan upacara Ngerupuk pembersihan jagat raya/alam semesta,pengarakan ogoh-ogoh malam menjelang hari suci tersebut. Perayaan Nyepi tahun ini jatuh pada hari Kemis tanggal 07 Maret tahun 2008.Untuk pelaksanaan di Kabupaten Tulang Bawang Melasti diadakan pada hari Rebo tanggal 04 Maret 2008 di Cakat,Menggala. Pada acara Nyepi umat hindu melaksanakan catur brata penyepian,yaitu amati geni(tidak menyalakan api/berapi api),amati karya(tidak bekerja), amati lelungan(tidak bepergian),dan amti lelanguan(tidak bersenang senang/mengmbar hawa nafsu).Berata ini dilaksanakan selama 24 jam mulai pukul 06.00 dari penanggal apisan sasih kedasa sampai dengan pukul 06.00 pagi besoknya pada penanggal pingkalih sasih kedasa(waisaka).setelah itu disebut ngembak geni(ngelabuh berata) Pada Keesokan harinya saat lebar/ngelabuh berata,umat hindu melaksanakan Dharma Shanti,yaitu berupa kunjungan silahturahmi,saling memaafkan atas segala kesalahan yang pernah diperbut pada waktu tahun sebelumnya.Dengan demikian kita mulai kehidupan yang baru di tahun baru setelah semua dilewati melalui tapa,berata,yoga dan semadhi. Upacara Ngerupuk: Ogoh-ogoh adalah symbol Bhutakala dan bhutakala adalah sesuatu sifat negative yang merugikan manusia.Oleh karena itu pelaksanaan hari Ngerupuk yang dilaksanakan sore hari menjelang malam sehari sebelum Nyepi merupakan symbol pembersihan /pengusiran segala bentuk kekuatan negative tersebut Ogoh-ogoh dapat digambarkan sebagai makhluk jahat,raksasa,yang seram atau symbol seni lainnya tergantung dari kreasi di desa masing-masing. Biasanya sebelumnya didahului dengan upacara mecaru/tawur di perempatan jalan atau pekarangan Mecaru artinya pelaksanaan banten bagi Bhutakala untuk keseimbangan alam semesta. Pendakian Spiritual: Memahami makna hari raya Nyepi sesungguhnya kita merenungkan posisi diri kita yang sejati,antara diri kita(bhuana alit) dan alam semesta(bhuana agung) beserta segala isinya.Pada hari raya Nyepi yang dalam suasana hening,heneng umat mencari apa yang dinamakan Sunya melalui tapa,yoga dan semadhi .Ini merupakan proses penyucian diri dalam pencapaian jatidiri ,emansipasi jiwa,bagaimana dapat kita capai keharmonisan diri dengan alam. Muncul pemahaman Tri Hita Karana berupa konsep tiga unsur keseimbangan dalam ajaran hindu. Hubungan baik manusia dengan Tuhan,manusia dengan manusia dan terakhir manusia dengan alam sekitar. Sesungguhnya hidup menurut ajaran hindu adalah sebuah pendakian diri yang semestinya dijalani dengan penuh keimanan.Konsep Catur Asrama yaitu empat tahapan hidup bagi umat hindu(brahmacari,grehasta,sanyasa dan bhiksuka).Dan catur Purusa artha yaitu empat tujuan hidup setiap insan hindu(Dharma,artha,Kama dan moksa) demikianlah apabila kita mampu melaksanakan dasar dasar ajaran tersebut maka niscaya pencapaian akan pendakian spiritual ini dapat dicapai. Pasca Nyepi: Pendakian spiritual tidak hanya dilaksanakan pada saat melaksanakan catur berata penyepian tetapi setelah itu terus menerus mengasah budhi melaksanakan ajaran tri kaya parisudha yaitu tiga pelaksanaan tingkah laku yang baik(kayika,wakcika,dan manahcika).Kayika artinya berbuat yang baik.wakcika artinya berkata-kata yang baik dan manahcika artinya berpikir yang baik. Penyucian alam semesta dan diri kita telah kita lakukan didalam rangkaian upacara hari raya Nyepi sebagai pergantian tahun saka.Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita dapat mengambil hikmah dari philosifi perayaan tersebut. Sebagai refleksi diri dihari raya Nyepi ini pikiran,perbuatan dan tindakan nyata dari masing masing diri kita sangat diharapakn dapat menjadi kenyataan didalam kehidupan sehari hari. Demikian makna dan harapan kita semua agar tercapai kedamaian lahir dan bathin,…santih.

KEPEMIMPINAN MENURUT HINDU (OLEH: INENGAH WIRATA_INSTALASI AIR BERSIH AWS) Istilah diatas sangatlah akrab kedengaran dari keseharian kita. Banyak sekali orang yang bisa menjadi pimpinan tetapi tidaklah banyak yang bisa menjadi pemimpin. Dibutuhkan pemahaman dan pengertian yang mendalam bagi yang bersangkutan untuk mengerti makna kepemimpinan. Berbagai pandangan tentang kepemimpinan seperti kata asing”leadership”, manajemen dari kata ilmu administrasi dan menurut ajaran hindu berasal dari “nitisastra” artinya ajaran kepemimpinan atau ilmu kepemimpinan yang bersifat umum dan universal. Sesungguhnya istilah kepemimpinan tidak sama dengan manajemen , namun keduanya sangatsulit untuk dipisahkan.Kepemimpinan itu nuansanya mengarah kepada kemauan individu ,kemampuan dari seorang pemimpin. Sedangkan manajemen mengarah kepada sistem dan mekanisme kerja. Apakah arti kepemimpinan itu? Kepemimpinan merupakan seni untuk mempengaruhi tingkah laku orang,sehingga tergerak untuk mengikuti kemauan dengan ikhlas guna mencapai tujuan bersama.Sedangkan pemimpin adalah seorang Pribadi yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin hendaknya dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai kewenangan yang dimiliki.Wewenang seorang pemimpin adalah hak untuk menggerakkan orang atau bawahan agar mau mengikuti kehendak sesuai tugas yang diberikan. Tugas merupakan kwajiban yang harus dilaksanakan. Sukses seorang pemimpin tergantung kepada pemahaman dan pengetahuan serta penerapan teori kepemimpinan. Dalam kitab suci agama hindu”Nitisastra,I,4) disebutkan: “Ring jan madhika meta citta reseping sarwa praja ngenaka,ring stri madhya manchara priya wuwus tangde manah kung lulut , yen ring madhyani sang pandita mucap tattwa padeca prihen, yen ring madhyanikang musuh mucapaken wak sura singhakreti Artinya ; Orang yang terkemuka (Pemimpin) harus bisa mengambil hati dan menyenangkan hati orang ,jika berkumpul dengan wanita harus dapat menimbulkan rasa cinta,jika nerkumpul dengan pendeta harus dapat membicarakan ajaran ketatwaan/keagamaan yang baik,dan jika berhadapan dengan musuh harus dapat mengucapkan kata-kata menunjukkan keberanian bagai seekor singa. Begitulah sastra agama menyebutkan tugas dan kwajiban seorang pemimpin dan melaksanakan kepemimpinannya. Nilai-nilai kepemimpinan. Untuk dapat menjadi pemimpin yang baik seseorang hendaknya memiliki sifat-sifat yang lebih dari sekelompok orang yang dipimpin.Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah: 1. Kelebihan dalam menggunakan rasio/pikiran. 2. Kelebihan dalam bidang Rohaniah. 3. Kelebihan dalam bidang Jasmaniah. Disamping itu seorang pemimpin juga dituntut memiliki intelejensi, yaitu mempunyai kemampuan mengobservasi situasi,karakter, adalah sifat-sifat keperibadian yang berhubungan dengan nilai-nilai kesungguhan,kejujuran dan kepercayaan,kesiap-siagaan, yaitu selalu awas dan waspada terhadap kemungkinan yang bisa terjadi,kesetiaan, adalah merupakan kode etik dari sifat jujur dan setia bagi umat hindu. Kesetiaan adalah merupakan puncaknya ajaran yang ditegaskan dalam sloka”satya mukhaning dharma” . Dalam ajaran agama hindu dikenal adanya lima kesetiaan,Panca Satya yaitu: 1. Satya Hradaya : jujur terhadapdiri sendiri/pikiran. 2. Satya Wacana : jujur terhadap ucapan / perkataan. 3. Satya Smaya : jujur dan setia terhadap janji. 4. Satya Mitra : setia terhadap sahabat. 5. Satya Laksana : setia dan jujur dalam tindakan dan perbuatan. Kesetiaan dan kejujuran merupakan pedoman yang harus diterapkan bagi seorang pemimpin. Azas-azas Kepemimpinan Hindu Dalam kepemimpinan Hindu ada hal-hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan sebagi seorang pemimpin, yaitu asas-asas kepatutan yang berkaitan,diantaranya adalah Panca Dasa Pramitteng Prabhu,Sad WarnaningRaja Niti,Panca Upaya Sandhi,Nawa Nathya,Asta Brata. Sad Wananing Raja Niti. Merupakan salah satu dari sekian banyak ajaran kepemimpinan Hindu. Ajaran kepemimpinan ini patut dipedomi oleh para pemimpin “Hindu” dalam melaksanakan kepemimpinannya. Adapun yang merupakan bagian-bagian dari Sad Warnaning Rajaniti sebagai ajaran kepemimpian Hindu, antara lain: 1. Abhigainnika, artinya seoarang pemimpin harus mampu menarik perhatian yang positif dari masyarakat yang dipimpinnya. 2. Prajna, yaitu seorang pemimpin harus memiliki daya kreatif yang benar yang sesuai dengan dharma guna memimpin. 3. Utsaha, yaitu seorang pemimpin harus memiliki daya kreatif yang luhur untuk memajukan kepntingan masyarkatnya. 4. Sakya Samanta, yaitu seorang pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dipaandang kurang baik untuk menjadi lebih baik. 5. Atma Sampad, yaitu pemimpin harus memiliki moral yang baik dan luhur yang dapat dipedomani oleh bawahannya dan masyarakat yang dimpinnya. 6. Aksudra Parisatha, yaitu seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memimpin persindangan para mentrinya dan menarik kesimpulan yang bijaksana, sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah bagaimana yang bersangkutan dapat dengan cepat mengantisipasi situasi,mempunyai naluri dan insting yang kuat untuk mengatasi keadaan dalam situasi apapun. Jika semua terpenuhi maka tujuan akhir yang ingin dicapai bagi kelompok tertentu atau organisasi akan dapat tercapai dengan baik. Sesungguhnya setiap orang adalah pemimpin, paling tidak pemimpin bagi dirinya sendiri.

warisan bukan untuk dibagi

OM SWSTYASTU

DEAR ALL

NICE TO SEE YOU....WITH HERE WE CAN CHANGE INFORMATION,FOTO,NEWS,AND EVERYTHING OTHER.....SENANG SEKALI BERJUMPA TEMAN TEMAN LEWAT MEDIA BLOG SEPERI INI.SEMOGA DAPAT DIAMBIL HIKMAH DAN MANFAATNYA DENGAN BAIK.MARI KITA JALIN PERTEMANAN PERSAHABATAN DAN TENGGANG RASA KITA DENGAN SESAMA.

SEKIAN....